JAKARTA (AktualBersuara.Com) – Buntut dari larangan kebijakan ekspor crude palm oil (CPO) (28/04/2022) yang lalu, harga TBS kelapa sawit turun drastis.
Parahnya lagi ada beberapa perusahaan yang tidak menerima TBS dari kebun masyarakat, mereka banyak mengelola dari hasil kebun sendiri.
Anggota DPR RI H. Abdul Wahid saat diminta tanggapan Sabtu (14/05/22) juga membenarkan, ia mengaku juga banyak mendapat keluhan dari para petani dan pengurus KUD.
“Benar, kondisinya semakin mengkhawatirkan, di riau saya mendapat pengaduan, banyak koprasi dan pengepol berhenti mengambil TBS petani, dikarenakan pabrik tidak membeli,” ungkap Wahid.
Anggota DPR RI Asal Riau ini menduga ini akibat dari kebijakan pemerintah yang melarang enspor Crude Palm Oil (CPO).
“Ini jelas akibat dari pelarangan ekspor CPO, perusahaan tentu mengurangi produksi, bagi yang punya kebun sendiri tentu kelola yang ada, dan tidak membeli TBS masyarakat,” lanjut Wahid.
Dikatakan wahid lagi bahwa ini seperti anomali, di satu sisi pemerintah mengeluarkan larangan kebijakan untuk menjaga pasokan bahan baku minyak goreng, disisi lain petani harus terkena imbas, seharusnya kebijakan harus memberikan solusi.
Anggota DPR RI asal riau ini meminta pemerintah mencabut kebijakan larangan ekspor yg berdampak terhadap nasib jutaan petani sawit, maksimalkan pengawasan terhadap mekanisme Domistik Market Obligation (DMO) atau Domestik Price Obligation (DPO).
“Harus cabut larangan ekspor, pemerintah cukup maksimalkan pengawasan pelaksanaan kebijakan mekanisme DM atau DPO, perusahaan harus penuhi bahan baku dalam negri dengan harga khusus,” pinta wakil ketua baleg DPR RI ini.
Abdul Wahid juga menegaskan, pengawasan terhadap pasokan dan peredaran minyak goreng harus ketat, perilaku korupsi harus ditindak tegas.
“Harusnya awasi secara ketat pasokan dan peredaran minyak goreng, pejabat yang bermain mata dengan pengusaha nakal harus ditindak tegas, jangan pula kebijakan yang dibuat malah menyengsarakan petani,” tutup wahid. (Red/Rio)