JAKARTA AktualBersuara.ID – Penolakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen datang dari banyak kalangan. PPN 12% berdampak negatif kepada pelaku UMKM.
Hal itu disampaikan oleh Hendry Munief MBA selalu anggota komisi VII DPR RI Fraksi PKS saat dihubungi pada Sabtu (16/11/2024). Hendry Munief meminta agar kenaikan ini dipikirkan lagi oleh pemerintah jika ingin ekonomi Indonesia selamat setidaknya di tahun 2025 nantinya. Saat ini menurutnya bukan saat yang tepat untuk menaikkan pajak di saat semua pihak berjuang menyelematkan ekonomi nasional.
“Pasca Covid-19 ekonomi kita tidak bertumbuh. Itu dibuktikan dengan pendapatan pajak tahun 2024 yang tidak sesuai target. Jika tahun 2025 PPN dinaikkan, bukan ekonomi saja yang tidak bertumbuh, tapi Indonesia gagal jadi negara maju ke depannya,” kata Hendry Munief.
Dia menyebut peran UMKM sangat besar untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia, dengan jumlahnya mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha. Pada tahun 2023 pelaku usaha UMKM mencapai sekitar 66 juta. Kontribusi UMKM mencapai 61% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia, setara Rp 9.580 triliun.
“Yang pertama merasakan dampak kenaikan pajak ini sektor UMKM. Baik sektor UMKM mandiri atau UMKM sebagai mitra dan instrumen pendukung industri skala besar. Logikanya ini akan mempengaruhi 61 pendapatan ekonomi nasional.” kata Hendry Munief.
Ketua Forum Bisnis (Forbis) Riau ini menegaskan, efek lain dari kenaikan pajak yaitu menurunkan daya beli atau konsumsi masyarakat. Hampir 60% ekonomi Indonesia yang masih ditopang oleh sektor konsumsi, utamanya dari kelas menengah bawah yang sebagian karakternya “hobi belanja”. jadi dampak PPN ini bisa menurunkan konsumsi kelas menengah.
“Penurunan daya beli ini akan mempengaruhi kelas menengah, bahkan bisa membawa kelas menengah bawah turun kelas, menjadi kelas bawah. Faktanya dalam lima tahun terakhir kita kehilangan 9,48 juta kelas menengah. Kalau jadi dinaikkan, maka otomatis akan menambah kelas bawah. Dan ini bahaya untuk ekonomi kita, ” kata Ketua Kapoksi Fraksi PKS Komisi VII ini.
Dia menegaskan, kenaikan PPN Januari 2025 ini, bukan yang pertama dalam 5 tahun kenaikan PPN. Sebelumnya juga sudah terjadi kenaikan PPN 2022. Awalnya PPN sebesar 10%, tahun 2022 menjadi 11%, dan tahun 2025 menjadi 12%. Kalau di total kenaikan PPN ini sebesar 20% dalam 5 tahun, jadi bukan 2% kenaikannya. Angkanya bener 2% tapi persentase kenaikannya adalah 20%.
“Implikasi lain pada harga, harga produk akan meningkat, jika pilihan dari perusahaan adalah mempertahankan tenaga kerjanya, konsekwensinya adalah keuntungan dari sektor privat berkurang, dan pada gilirannya adalah investasi pada selanjutnya berkurang. Yang pada gilirannya juga pada penyerapan tenaga kerja yang turun pada periode selanjutnya.” tegasnya.
“Sebaiknya pemerintah menunda kenaikan PPN ini, di tengah melemahnya daya beli masyarakat Indonesia. Itu ditandai dengan deflasi 5 bulan berturut-turut, yang mengindikasikan hal tersebut. Masih ada instrumen lain untuk peningkatan pendapatan nasional yang lebih elegan dan tidak berisiko.” tutupnya.** (rls)
Editor: Broto.